Jawaban Aktivitas 1.3 halaman 5 Q.S. al-Maidah/5:48 dan Q.S. at-Taubah/9:105 Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 Kurikulum Merdeka
Aktivitas 1.3
1. Buatlah kelompok berdasarkan kemampuan membaca Al-Qur’an, yakni kelompok mahir, sedang, dan kurang sesuai dengan petunjuk dari guru.
2. Masing-masing anggota kelompok mahir membimbing kelompok sedang dan kelompok kurang untuk membaca Q.S. al-Maidah/5:48 dan Q.S. at-Taubah/9:105 secara tartil.
Jawaban:
a. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat-48
48. وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
wa anzalnā ilaikal-kitāba bil-ḥaqqi muṣaddiqal limā baina yadaihi minal-kitābi wa muhaiminan ‘alaihi faḥkum bainahum bimā anzalallāhu wa lā tattabi’ ahwā`ahum ‘ammā jā`aka minal-ḥaqq, likullin ja’alnā mingkum syir’ataw wa min-hājā, walau syā`allāhu laja’alakum ummataw wāḥidataw wa lākil liyabluwakum fī mā ātākum fastabiqul-khairāt, ilallāhi marji’ukum jamī’an fa yunabbi`ukum bimā kuntum fīhi takhtalifụn
48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
Tafsir :
Firman Allah ﷻ,
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan menjadi ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.”
Setelah Allah ﷻ menyebut dan memuji kitab-kitab sebelumnya yang berisi cahaya, petunjuk, dan nasihat, kemudian Allah ﷻ menyebutkan tentang Quran dan memujinya.
Terdapat dua fungsi Quran yang disebutkan dalam ayat ini, terutama dalam kaitannya dengan kitab-kitab sebelumnya:
Pertama: Membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Maksudnya Quran membenarkan bahwa kitab-kitab sebelumnya diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad ﷺ. Quran tidak mengatakan bahwa yang benar hanya Nabi Muhammad ﷺ saja dan selainnya salah.
Kedua: Sebagai penguji terhadap kitab-kitab sebelumnya. Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan tiga tafsiran dari salaf tentang makna مُهَيْمِنًا:
الْأَمِينُ “kepercayaan”
شَهِيدًا “menjadi saksi”
حَاكِمًا “menjadi hakim”
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketiga makna tersebut memiliki kemiripan. Intinya, Quran me-mansukh kitab-kitab sebelumnya, serta sebagai penentu autentisitas dan kebenarannya.([1])
Kita dapati Quran lebih lengkap dari Taurat dan Injil. Terlebih lagi apabila ditambah dengan tafsirannya dari hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ. Dengan demikian, kita saat ini tidak membutuhkan kitab-kitab sebelumnya. Oleh karena itu Rasulullah ﷺ menegur ‘Umar bin Al-Khatthab ketika ia membaca lembaran dari kitab suci sebelumnya:
أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ، أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا، مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي
“Apakah engkau ragu terhadap Islam wahai ‘Umar bin Al-Khatthab? Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh aku telah datang membawa Islam dalam keadaan putih bersih, maka janganlah kalian bertanya kepada mereka terhadap sesuatu lalu mereka mengabarkan kebenaran kepada kalian namun kalian mendustakannya, atau mengabarkan kebatilan kepada kalian namun kalian membenarkannya. Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sekiranya Musa hidup maka tiada pilihan baginya kecuali menjadi pengikutku.” ([2])
Firman Allah ﷻ,
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah (olehmu wahai Muhammad) perkara mereka (orang-orang Yahudi) menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”
Maksudnya, orang-orang Yahudi pada zaman dahulu meminta kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk menjadi hakim di antara mereka. Jika kita melihat perbuatan mereka yang menjadikan Nabi ﷺ sebagai hakim, maka seolah-olah mereka menghormati dan memuliakan Nabi Muhammad ﷺ. Namun, Allah ﷻ mengingatkan Nabi Muhammad ﷺ terhadap sifat buruk orang-orang Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang cenderung kepada hawa nafsu dan suka berdusta. Dikhawatirkan, Nabi Muhammad ﷺ meninggalkan kebenaran karena tutur kata mereka yang dibuat-buat. Allah ﷻ mengingatkan Nabi ﷺ untuk tetap kukuh menggunakan Quran dalam menghukumi mereka, bukan menggunakan Taurat dan Injil.
Ini semakin menegaskan bahwa ketika Quran telah diturunkan maka Taurat dan Injil menjadi tidak berlaku.
Firman Allah ﷻ,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.”
Para nabi memiliki syariat yang berbeda-beda. Oleh karenanya dalam sebuah hadis Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ، وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى، وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
“Para Nabi adalah satu ayah (Adam). Ibu mereka berbeda-beda namun agama mereka satu.”([3])
Para ulama menjelaskan bahwa maksudnya adalah seluruh nabi berdakwah dengan dakwah tauhid meskipun syariatnya berbeda-beda.([4]) Oleh karena itu, mungkin saja dalam syariat nabi sebelumnya ada perkara yang haram, namun kemudian menjadi halal pada syariat nabi setelahnya.
Firman Allah ﷻ,
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu.”
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksudnya adalah sekiranya Allah ﷻ menghendaki maka Allah ﷻ mampu menjadikan para nabi dengan satu syariat. Namun, Allah ﷻ menguji masing-masing umat dengan syariatnya. Orang Yahudi diuji dengan Taurat mereka. Orang Nasrani diuji dengan Injil mereka. Begitu juga orang Islam diuji dengan Quran.([5])
Kita diberi kenikmatan berupa Quran. Namun, dalam kenikmatan tersebut juga ada ujian. Ada yang harus kita pelajari, kita kerjakan, dan kita tinggalkan. Demikian pula halnya umat terdahulu yang diuji dengan Taurat dan Injil. Oleh karena itu Allah ﷻ berfirman setelahnya,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Firman Allah ﷻ,
إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu Dia mengabarkan kepadamu tentang apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
Hendaknya kita berusaha berlomba-lomba dalam kebaikan. Kelak, ketika kita dibangkitkan Allah ﷻ akan mengabarkan apa yang telah kita perlombakan dan perselisihkan. Yaitu pada hari yang sangat dahsyat, hari kiamat.
b. Tafsir Surat At Taubah Ayat 105
{وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)
Dan katakanlah, "Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya Serta orang orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.”
Mujahid mengatakan bahwa hal ini merupakan ancaman dari Allah terhadap orang-orang yang menentang perintah-perintah-Nya, bahwa amal perbuatan mereka kelak akan ditampilkan di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin. Hal ini pasti akan terjadi kelak di hari kiamat, seperti yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam ayat lain melalui firman-Nya: Pada hari itu kalian akan dihadapkan (kepada Tuhan kalian), tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi Allah). (Al-Haqqah: 18)
Pada hari ditampakkan segala rahasia. (At-Thariq: 9)
Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada. (Al-'Adiyat: 10)
Adakalanya Allah Subhanahu wa ta’ala menampakkan hal tersebut kepada orang-orang di dunia ini, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu', dari Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam, bahwa Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam telah bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian beramal di dalam sebuah batu besar, benda mati, tanpa ada pintu dan lubangnya, niscaya Allah akan mengeluarkan amalnya kepada semua orang seperti apa yang telah diamalkannya.
Telah disebutkan bahwa amal orang-orang yang masih hidup ditampilkan kepada kaum kerabat dan kabilahnya yang telah mati di alam Barzakh, seperti apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, bahwa telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Dinar, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam telah bersabda: Sesungguhnya amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian di dalam kubur mereka Jika amal perbuatan kalian itu baik, maka mereka merasa gembira dengannya. Dan jika amal perbuatan kalian itu sebaliknya, maka mereka berdoa, "Ya Allah, berilah mereka ilham (kekuatan) untuk mengamalkan amalan taat kepada-Mu."
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Sufyan, dari orang yang telah mendengarnya dari Anas, bahwa Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam pernah bersabda: Sesungguhnya amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian yang telah mati. Jika hal itu baik maka mereka bergembira karenanya; dan jika hal itu sebaliknya, maka mereka berdoa, "Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau beri mereka hidayah, sebagaimana Engkau telah memberi kami hidayah.”
Imam Bukhari mengatakan, Siti Aisyah pernah berkata bahwa apabila kamu merasa kagum dengan kebaikan amal seorang muslim, maka ucapkanlah firman-Nya: Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu. (At-Taubah: 105)
Dalam hadits terdapat hal yang semisal dengan asar di atas.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas, bahwa Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam telah bersabda: Janganlah dahulu kalian merasa kagum dengan (amal) seseorang sebelum kalian melihat apa yang diamalkannya pada penghujung usianya. Karena sesungguhnya seseorang melakukan amalnya pada suatu masa atau suatu hari dari usianya dengan amal yang saleh. Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya, niscaya ia masuk surga. Akan tetapi keadaannya berubah, ia mengamalkan amalan yang buruk. Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengerjakan suatu amal buruk dalam suatu saat dari usianya. Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya, niscaya ia masuk neraka. Tetapi keadaannya berubah, lalu ia mengamalkan amalan yang saleh. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia memberikan dorongan kepadanya untuk beramal sebelum matinya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya Allah memberikan dorongan untuk beramal kepadanya?" Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam bersabda, "Allah memberinya taufik (bimbingan) untuk melakukan amal saleh, kemudian Allah mencabut nyawanya dalam keadaan demikian."
Hadits dengan melalui jalur ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Disclaimer:
1. Kunci jawaban pada unggahan tidak mutlak kebenarannya
2. Unggahan ini bisa digunakan sebagai salah satu acuan dalam mengerjakan soal bukan sebagai acuan utama
3. Kunci jawaban pada unggahan mungkin akan berbeda dengan pembahasan di sekolah atau penunjang lain
Posting Komentar