Bagaimana cara kita bersyukur?

Daftar Isi

Bagaimana cara kita bersyukur?

Syukur terdiri dari tiga tingkatan :

1. Bersyukur dengan hati, 

yakni dengan meyakini bahwa seluruh nikmat bersumber dari Allah ta’ala. Dalam sebuah ayat Allah subhânah mengingatkan,

“وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ”.

Artinya: “Segala nikmat yang ada pada diri kalian (datangnya) dari Allah”. QS. An-Nahl: 53.

Kelihatannya mempraktekkan syukur jenis ini mudah. Namun realita berkata bahwa tidak sedikit di antara masyarakat yang praktek kesehariannya membuktikan bahwa mereka masih belum meyakini betul bahwa nikmat yang mereka rasakan bersumber 100 % dari Allah ta’ala.

Contoh nyatanya: di berbagai daerah, setelah panen padi, di pojok-pojok sawah diletakkan berbagai uba rampe. Beras merah, ayam, kelapa muda dan lain-lain. Untuk siapa itu semua?? Persembahan untuk Allah kah? Atau sesaji untuk ‘pemberi pangan’; Dewi Sri?

Yang lebih miris dari itu, keyakinan akan keberadaan Dewi Sri diajarkan pula kepada anak-anak kita di sekolahan.

Di sebuah buku pelajaran sekolah tertulis “Dongeng Datangnya Dewi Sri”. Di dalamnya ada kalimat: “Semua merasa bahwa padi adalah pemberian Dewi Sri untuk bahan pangan untuk seluruh manusia. Di Pulau Jawa orang menyebutnya Dewi Sri. Di Sumatra ada yang menamakannya Putri Dewi Sri, Putri Mayang Padi Mengurai, atau Putri Sirumpun Emas Lestari.”

Innalillah wa inna ilaihi raji’un… Dongeng khayal yang merusak aqidah ternyata diajarkan kepada anak-anak kita!

2. Bersyukur dengan lisan, \

yakni dengan memperbanyak mengucapkan hamdalah, sebagaimana perintah Allah ta’ala,

“وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّهِ”.

Artinya: “Katakanlah: alhamdulillah (segala puji bagi Allah)”. QS. Al-Isra: 111 dan an-Naml: 93.

Termasuk bentuk syukur dengan lisan; menceritakan kenikmatan yang kita rasakan kepada orang lain. Allah ta’ala memerintahkan,

“وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ”.

Artinya: “Adapun mengenai nikmat Rabbmu, maka ceritakanlah”. QS. Adh-Dhuha: 11.

3. Syukur dengan anggota tubuh, 

yakni mempergunakan nikmat Allah untuk ketaatan pada-Nya bukan untuk berbuat maksiat. Syukur jenis ketiga ini amat berat, sehingga hanya sedikit yang mengamalkannya. Allah ta’ala befirman,

“اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ”.

Artinya: “Wahai keluarga Dawud beramallah sebagai bentuk syukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali di antara para hamba-Ku yang bersyukur”. QS. Saba’: 13.

Mata kita dipergunakan untuk membaca al-Qur’an bukan untuk melihat hal-hal yang diharamkan Allah. Telinga kita dipergunakan untuk mendengarkan pengajian bukan untuk mendengarkan musik dan nyanyian. Kaki kita pergunakan untuk mencari nafkah bukan untuk mendatangi tempat-tempat maksiat. Harta kita dipergunakan untuk shadaqah bukan untuk membeli barang-barang yang dibenci oleh Allah.

Dengan ini nikmat-nikmat Allah akan terus bertambah, jika tidak maka nikmat tersebut akan dicabut di dunia atau kita akan disiksa Allah di akherat.

Dalam al-Qur’an:

“وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ”.

Artinya: “(Ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”. QS. Ibrahim: 7.


Sumber:

https://tunasilmu.com/keajaiban-seorang-mukmin/

Posting Komentar